Category Archives: Peraturan Pajak Terbaru

SE-26/PJ/2015 – Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak

Sehubungan dengan banyaknya penafsiran dalam implementasi PER-24/PJ/2012, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan penegasan mengenai penggunaan nomor seri Faktur Pajak dan tata cara pembuatan Faktur Pajak melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tanggal 2 April 2015:

  1. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
  2. Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak digunakan untuk membuat Faktur Pajak pada tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak atau tanggal sesudahnya dalam tahun yang sama dengan Kode Tahun yang tertera pada Nomor Seri Faktur Pajak tersebut.

    Contoh:
    PKP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal 10 November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.Dengan demikian, PKP A hanya dapat menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut untuk membuat Faktur Pajak tanggal 10 November 2014 atau tanggal setelahnya dalam tahun 2014.PKP A dilarang menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut untuk membuat Faktur Pajak sebelum tanggal 10 November 2014.

  3. Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.

    Contoh:

    PKP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal 10 November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.PKP A menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut di atas untuk pembuatan Faktur Pajak tertanggal 1 November 2014.

  4. PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi  yaitu sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang tercantum di Faktur Pajak tersebut.
  5. Terbatas hanya untuk Faktur Pajak Tidak Lengkap sebagaimana dimaksud pada angka 3, PKP diperkenankan melakukan hal-hal sebagai berikut:a. Terhadap Faktur Pajak Tidak Lengkap tersebut dilakukan pembatalan Faktur Pajak;
    b. Dibuat Faktur Pajak baru dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang sama dengan Faktur Pajak Tidak Lengkap yang telah dibatalkan tersebut;
    c. Tanggal Faktur Pajak yang baru dibuat tersebut tidak boleh mendahului (sebelum) tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak yang bersangkutan.Contoh:
    PKP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal 10 November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.PKP A membuat Faktur Pajak dengan Kode dan Nomor Seri 010.004-14.00000001 dengan tanggal Faktur Pajak 1 November 2014.

    Hal-hal yang dapat dilakukan oleh PKP A adalah:

    a. Faktur Pajak tanggal 1 November 2014 dengan Nomor Seri 010.004-14.00000001 dibatalkan.
    b. PKP A membuat Faktur Pajak yang baru dengan Nomor Seri Faktur Pajak yang sama yaitu 010.004-14.00000001 dengan tanggal Faktur Pajak tanggal 10 November 2014 atau tanggal setelahnya dalam tahun 2014.

  6. Dalam hal Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5 ternyata diketahui bahwa saat seharusnya Faktur Pajak tersebut dibuat adalah pada tanggal 1 November 2014, maka Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak yang dibuat tidak tepat waktu oleh Pengusaha Kena Pajak.
  7. Dalam hal Faktur Pajak yang tidak tepat waktu sebagaimana dimaksud pada angka 6 dibuat setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, PKP dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
  8. Pembatalan dan pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan 6 dapat dilakukan sepanjang Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai di mana Faktur Pajak tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi.
  9. Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya namun dibuat tidak tepat waktu oleh PKP sebagaimana dimaksud pada angka 6 dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan sepanjang ketidaktepatan waktu penerbitan Faktur Pajak tersebut tidak melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat.
  10. Direktorat Jenderal Pajak hanya dapat memberikan Nomor Seri Faktur Pajak dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan sesuai dengan tahun diberikannya Nomor Seri Faktur Pajak tersebut.

Sistem Penomoran Bukti Potong PPh Pasal 21 Tahun 2014

Mulai tanggal 1 Januari 2014, penomoran Bukti Potong PPh Pasal 21 diseragamkan dengan format :

1.1–mm.yy–xxxxxxx untuk Bukti Potong 1721-A1
1.2–mm.yy–xxxxxxx untuk Bukti Potong 1721-A2
1.3–mm.yy–xxxxxxx untuk Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak Final/26l ( formulir 1721 – VI )
1.4–mm.yy–xxxxxxx untuk Bukti Potong PPh Pasal 21 Final ( formulir 1721 – VII )

mm : masa pajak
yy : 2 digit terakhir dari tahun pajak
xxxxxxx : nomor urut

Nomor urut berlanjut selama 1 tahun pajak. Nomor urut kembali ke 0000001 di tahun berikutnya.

Format Nomor Seri Faktur Pajak Akan Segera Berubah Mulai 1 April 2013

Mulai tanggal 1 April 2013, akan terjadi perubahan format nomor seri Faktur Pajak. Jadi bagi Anda yang bertugas membuat Faktur Pajak, siapkan diri Anda menyongsong perubahan ini.

Bagi Anda pengguna setia software Krishand PPN 1111, silakan menunggu versi update yang akan kami rilis untuk mengantisipasi perubahan ini.

Contoh format kode dan nomor seri faktur pajak yang baru:

000.000-00.00000000

Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas) digit,
yaitu:
a. 2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi;
b. 1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status; dan
c. 13 (tiga belas) digit berikutnya adalah Nomor Seri Faktur Pajak.

Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagai berikut:

010.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan  Nilai (PPN) dan PPNnya dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP),  Faktur Pajak Normal (bukan Faktur Pajak Pengganti), dengan nomor seri 900-13.00000001 sesuai dengan nomor seri pemberian dari Direktorat Jenderal Pajak.

011.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP dengan status Faktur Pajak Pengganti. Faktur Pajak Pengganti diterbitkan dengan nomor seri 900-13.00000001 sesuai dengan nomor seri
Faktur Pajak yang diganti

PTKP Tahun 2013 Terbaru

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012, terhitung mulai 1 Januari 2013, PTKP (penghasilan tidak kena pajak) yang berlaku adalah sebagai berikut:

  • Untuk diri WP Rp 24.300.000
  • Tambahan WP Kawin Rp 2.025.000
  • Tambahan untuk penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami Rp 24.300.000
  • Tambahan untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan (max 3 orang) @ Rp 2.025.000

Berikut ini besarnya PTKP sesuai dengan status perkawinan WP :

  • TK/0 = Rp 24.300.000
  • K/0 = Rp 26.325.000
  • K/1 = Rp 28.350.000
  • K/2 = Rp 30.375.000
  • K/3 = Rp 32.400.000

Untuk perhitungan PPh 21, besarnya PTKP maksimal adalah Rp 32.400.000, sedangkan untuk perhitungan PPh Orang Pribadi, besarnya PTKP maksimal menjadi Rp 56.700.000 untuk WP dengan status K/I/3.

Bagi pengguna software Krishand Payroll maupun software Krishand PPh 21, PTKP baru dapat disetting lewat menu Setup Awal – Setup Preferensi.

Cetakan Faktur Pajak Lama Boleh Digunakan Sampai Habis

Sesuai dengan SE-56/PJ/2010 tanggal 27 April 2010, bagi yang masih punya sisa cetakan Faktur Pajak format lama, diperbolehkan untuk menggunakannya sampai habis.

Format Faktur Pajak Terbaru Mulai Tanggal 1 April 2010

Terhitung mulai tanggal 1 April 2010, berlaku format Faktur Pajak yang baru. Klik untuk lihat contoh Faktur Pajak format terbaru. Contoh ini merupakan transaksi penjualan dalam mata uang Rupiah.

Berdasarkan pemahalam atas  beberapa peraturan pajak yang telah dikeluarkan, tidak berlaku lagi formulir Faktur Pajak Sederhana untuk pembeli tanpa NPWP.

Di dalam PMK Nomor 38/PMK.03/2010 pasal 4 ayat 1 dinyatakan bahwa dalam Faktur Pajak, untuk persyaratan formal paling sedikit harus memuat :

a. nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b. nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. PPN yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak;
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Dan di pasal 5 ayat 2 dinyatakan bahwa bagi PKP yang membuat Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal akan dikenakan sanksi.

Tetapi terdapat pengecualian untuk sanksi tersebut seperti yang dinyatakan dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 13/PJ/2010 pada pasal 15 ayat 2 dalam hal pembuatan Faktur Pajak yang tidak memuat nama, alamat dan NPWP pembeli. 

Walaupun transaksi Faktur Pajak Sederhana dan Faktur Pajak Standar digabung dalam satu dokumen baru yang namanya Faktur Pajak, maka dalam pelaporan SPT Masa PPN, tetap dibedakan pengelompokan antara Faktur Pajak dan Faktur Pajak Sederhana.

Untuk mengantisipasi peraturan PPN terbaru ini, telah dirilis software Krishand PPN 1107 versi 4.0 terbaru dan dalam waktu dekat, juga akan dirilis Krishand PPN 1108.

Perubahan Tarif Pajak Penghasilan (PPh 21) Atas Pembayaran Uang Pesangon

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2009, terhitung mulai tgl 16 November 2009, uang pesangon baik yang dibayarkan secara sekaligus maupun yang dibayarkan secara bertahap dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender, dikenakan PPh Pasal 21 yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut :

>=50.000.000 tarif 0%
>50.000.000 – 100.000.000 tarif 5%
>100.000.000-500.000.000 tarif 15%
>500.000.000 tarif 25%

Sementara jika uang pesangon dibayarkan secara bertahap dan pembayaran dilakukan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, PPh Pasal 21 yang dikenakan tidak bersifat final dengan tarif:

  • 5%, untuk penghasilan bruto hingga Rp. 50.000.000;
  • 15%, untuk penghasilan bruto di atas Rp. 50.000.000 hingga Rp. 250.000.000;
  • 25%, untuk penghasilan bruto di atas Rp. 250.000.000 hingga Rp. 500.000.000;
  • 30%, untuk penghasilan bruto di atas Rp. 500.000.000

Jika pajak bersifat tidak final, maka dikenakan tarif 20% lebih tinggi bagi yang tidak punya NPWP.

Contoh kasus pembayaran uang pesangon:

  • Jan 2010 : Rp. 240.000.000
  • Jan 2011 : Rp. 120.000.000
  • Juli 2011 : Rp. 120.000.000
  • Jan 2012 : Rp. 120.000.000

Januari 2010

0%   x Rp.    50.000.000 = Rp.                      0
5%   x Rp.    50.000.000 = Rp.   2.500.000
15% x Rp. 140.000.000 = Rp. 21.000.000
——————–
Rp. 23.500.000

Januari 2011

15% x Rp. 120.000.000 = Rp. 18.000.000

Juli 2011

15% x Rp. 120.000.000 = Rp. 18.000.000

Januari 2012

5%   x Rp. 50.000.000 = Rp.    2.500.000
15% x Rp. 70.000.000 = Rp. 10.500.000
——————–
Rp. 13.000.000

Dari contoh kasus di atas, jika uang pesangon dicicil lebih dari 2 thn, maka pajak pesangon di tahun ke-3 malah bisa menurun.

Klik untuk menghitung pajak pph 21 final pesangon karyawan

PMK 154 Tahun 2009 – Beasiswa Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan

Download Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 154/PMK.03/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 Tentang Beasiswa Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan

PER-62/PJ/2009 – Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

Download Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

PER-61/PJ/2009 – Tata Cara Penetapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

Download Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penetapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda