Pengetahuan Dasar Mengenai Transfer Pricing

Bilamana kita mendengar istilah “pajak”, umumnya yang terlintas adalah “pajak terhutang”, “pajak badan”, “kurang/lebih bayar”, atau “pajak penghasilan perorangan”. Istilah-istilah itu tidak lagi asing bagi kita, karena pada umumnya kita menghadapai hal-hal tersebut di dunia kerja. Ada perihal lain yang mana banyak perusahaan sering bergelut, namun tidak selalu di-expose secara terang-terangan, yakni “transfer pricing”.

“Transfer pricing” merupakan istilah dalam pajak, yang pada dasarnya melekat erat pada multinational corporations (MNC). Multinational corporation adalah perusahaan korporasi (perusahaan induk, atau headquarter) yang mana dalam menjalani usahanya memiliki anak-anak perusahaan (subsidiaries) yang berlokasi di luar negara di mana headquarter didirikan. Headquarter me-manage anak-anak perusahaannya di lokasi pusatnya, terutama berkaitan dengan corporate actions, pembagian deviden, global cost sharing dan keputusan-keputusan lain yang perlu dilakukan secara centralized. Namun untuk melakukan kegiatan operasionalnya, umumnya subsidiaries diberikan wewenang untuk melakukannya secara lokal. Perlu diketahui bahwa masing-masing subsidiary memiliki kewajiban untuk memenuhi semua regulations yang berlaku di negara di mana ia berdiri, mulai dari hukum berkaitan dengan pendirian perusahaan, employment dan tentunya perpajakan.

Mengapa sebuah headquarter ingin mendirikan perusahaan di luar negeri? Banyak alasannya. Namun berikut adalah alasan paling lazim:

  • Perusahaan ingin melakukan expansion of business, dengan mamasuki pasar baru di luar negeri.
  • Perusahaan ingin melakukan minimalisasi biaya: Umumnya ini menjadi alasan utama bagi perusahaan manufaktur. Bukan rahasia lagi tenaga kerja, bahan baku, capital expenditures untuk produksi di negara berkembang lebih murah dibandingkan di negara yang sudah maju.

Apapun yang dijadikan alasan, tentunya ada common aim di antara semua MNC yakni peningkatan laba dan equity.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah hubungan transfer pricing dengan penjelasan di atas? Pertama kita harus mengetahui dahulu definisi intercompany transactions. Dengan menggunakan skenario mengenai headquarter dan subsidiaries yang dijelaskan sebelumnya, intercompany transactions adalah transaksi antara semua perusahaan yang berada di bawah umbrella perusahaan induk. Intercompany transactions bisa terjadi antara subsidiary dengan headquarter, ataupun transaksi antara subsidiary yang satu dengan yang lain. Transfer pricing terjadi pada cross border intercompany transactions. Ini penting untuk diketahui karena tiap negara mempunyai regulasi transfer pricing masing-masing. Namun pada umumnya, negara-negara mengikuti guidelines dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak MNC melakukan intercompany transactions guna “mentransfer” revenue dari negara yang memiliki tarif pajak tinggi ke negara yang memiliki tarif pajak rendah. Dengan demikian, net income (income after tax) MNC secara agregat akan menjadi lebih tinggi. Dengan demikian retained earnings akan lebih tinggi, dividen yang dibagikan bisa meningkat, dan equity akan lebih naik. Untuk perusahaan yang telah go-public, equity yang meningkat dapat mengakibatkan kenaikan nilai saham.

Idealnya semua intercompany/related party transactions dilakukan dengan prinsip kewajaran, atau yang dikenal dengan istilah “arm’s length principal”. Maksud dari istilah tersebut adalah transaksi antar related parties dilakukan pada sebuah harga yang “tidak istimewa”. Harga yang tidak istimewa adalah harga yang akan dikenakan bilamana transaksi tersebut dilakukan dengan non-related party. Selain itu perlu diingat juga bahwa kita harus bisa menjelaskan nature daripada intercompany transactions. Terkadang pengalihan revenue sering kali dilakukan dengan membingkisnya dalam “management service fee” atau bentuk sharing cost lainnya. OECD melakukan update berkaitan dengan international tax matters (di mana transfer pricing merupakan salah satu issue di dalamnya) secara berkala. G20 pun meng-endorse regulations ini. Dan seperti kita ketahui, Indonesia merupakan anggota G20.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *